Cerpen Pertama
di Putih Abu-Abu
Karya : Satria Saputra
S
|
atria Saputra, itulah 2 (dua) suku kata dari nama
sederhana tapi kaya makna yang
dianugerahi oleh kedua orang tuaku, dan aku adalah seorang anak SMA Negri di Kota
Jambi, setiap hari aku berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki karena
sekolahku yang tidak terlalu jauh dari tempat ku berdomisili, yaaaahhhhhh
hitung-hitung sekalian berolahraga gratis. Setiap hari aku pergi ke sekolah
pada pukul 06.30 WIB, akan tetapi pagi ini tidak seperti biasanya, ketika aku
sedang berjalan menuju sekolah sambil melantunkan asma’ul husna yang ku dengar
dari ponselku, tiba-tiba aku mendengar suara tarikan gas kendaraan bermotor
yang sangat amat lembut bak tangga nada yang berirama berbunyi silih berganti
mengikutiku, perlahan aku menoleh kebelakang karena rasa penasaranku ingin
melihat apa yang sebenarnya mengikutiku sedari tadi. Sungguh sebuah keajaiban,
ternyata sesosok perempuan yang berparas indah, bertutur lembut, berbudi luhur
dengan lilitan hijab di kepalanya yang memakai seragam sekolah berwarna putih
abu-abu sama sepertiku merupakan sosok wanita yang sangat aku istimewakan, tak
dapat dipungkiri bahwa aku memiliki perasaan yang sangat spesial pada dirinya. Perasaan
ini mulai timbul ketika kami sama-sama berada pada Masa Orientasi Siswa di SMA,
entah mengapa aku selalu melihat kearah dirinya yang berdiri dibarisan kelas
X1, karena dulu ketika MOS aku berada di barisan kelas X2.
Setelah sampai di kelas, aku langsung meletakkan tasku
yang cukup besar ini ke atas meja sembari mengeluarkan buku latihan dari salah
satu mata pelajaran untuk mengerjakan tugas yang diberikan sekitar 1 (satu)
minggu yang lalu, memang ini merupakan salah satu kebiasaan buruk yang sangat
sulit aku hentikan, yaitu mengerjakan tugas di sekolah bukan dirumah. Saat aku
sedang berjibaku mengerjakan tugas tersebut, entah mengapa perlahan mataku
melihat tepat kearah depan dan ternyata sesosok wanita yang sangat aku
istimewakan tersebut tersenyum padaku. Aku pun tersipu malu, dan sebagai
seorang lelaki tentu saja aku merasa bernilai lebih pula dimatanya atau sering
disebut anak alay jaman sekarang dengan sebutan “SalTing (salah tingkah)”
Jujur, selama kegiatan belajar mengajar pada hari itu
berlangsung, aku tidak terlalu sukses untuk mengikutinya dengan baik karena aku
masih terbayang-bayang oleh senyumannya yang sangat lembut pada diriku
sebelumnya, bahkan saat aku mengikuti pelajaran tambahan bahasa Inggris pun masih terbayang dengan
jelas senyuman manisnya. Sungguh hal ini membuat hari-hari ku berwarna. Tidak
hanya itu, aku bahkan terlena dan hampir lupa jika hari ini adalah hari
terakhir (deadline) pengumpulan atau pengiriman bahan lomba menulis essay
tingkat provinsi yang diadakan oleh Universitas Jambi dalam rangka hari
Kartini, untunglah aku cepat terbangun, aku cepat teringat kembali walaupun
pengiriman bahanku pada akhir-akhir waktu, mungkin sekitar jam 08.00 atau
setelah isya karena masjid yang berada didekat rumahku kebetulan berdekatan
dengan sekolah yang memiliki jaringan Wi-Fi, oleh karena itu sebelum aku
berangkat ke masjid untuk sholat berjama’ah, aku terlebih dahulu men-charge
baterai laptop sampai penuh lalu membawanya. Maklum, saat itu modem yang sering
aku gunakan tak kunjung kembali entah kemana, entah hilang ataukah dicuri orang
yang pastinya aku telah ikhlaskan hal tersebut.
Ketika di sela-sela penyuntingan tugas essayku, datanglah
seorang kakek tua yang menghampiriku
sambil bertanya di mana letak rumahku dan dimana aku bersekolah, tak hanya itu
ia juga berniat untuk memberikan aku sepasang sepatu yang belum lama ini ia
beli dari pasar tradisional. Sungguh, aku tercengang, tak sanggup tanganku
menerimanya, tak sanggup mulutku berucap, tak sanggup logikaku berfikir, karna
aku tahu jika sepatu itu adalah satu-satunya sepatu yang ia miliki untuk
bekerja mencari nafkah setiap hari. Tanpa kusadari jika mataku telah
berkaca-kaca, jantungku berdegup begitu kencang karna aku tak menyangka dan tak
pernah mengira bahwa masih ada manusia yang berhati malaikat di dunia ini,
dalam kesederhanaanya ia masih tetap ingin membantu orang lain sesuai
kemampuannya. Dengan mempertimbangkan banyak hal akhirnya aku menolak dengan
sikap penuh kesantunan dan lemah lembut, hingga akhirnya tergores sebuah
senyuman dari pipi nya yang kering dan keriput tersebut. Setelah kakek tersebut
kembali kerumahnya, lantas aku segera melanjutkan tugasku dan bergegas
mengirimnya ke alamat E-mail yang telah ditentukan. Tepat pada pukul 09.00
malam aku pulang kerumah, dengan tubuh yang cukup letih ini perlahan aku
langkahkan kakiku ke ruang dapur untuk mengambil makanan dan ternyata………………………
tidak ada satu pun makanan yang terdapat didapurku, dengan berat hati aku
kembali menghidupkan motor matic-ku dan pergi ke warung-warung terdekat, mataku
tertuju pada sebuah gerobak tua yang menjual makanan khas Sumatra Barat yaitu
Sate Padang, tanpa berpikir panjang aku pun langsung mengambil uang di sakuku
dan membelinya. Setelah sekian banyak hal yang terjadi hari ini, dari hal yang
berkesan, haru, dan sial aku berniat untuk membuatnya dalam bentuk sebuah
Cerita Pendek, dengan sigap aku mengambil PC-ku dan membuka program aplikasi
MS. Word hingga jadilah seperti ini, sekarang
dengan tubuhku yang sangat lelah ini, aku butuh istirahat untuk mengembalikan
tenagaku untuk menjalani hari esok, selamat malam cerpen-ku dan sampai jumpa
esok hari.
0 komentar:
Posting Komentar