Aku, Satria Saputra seorang anak yang dilahirkan di Jambi. Jambi merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia.
Latar Belakang Satria Saputra
Saya
adalah Satria Saputra, seorang anak laki-laki dari pasangan Syaiful Bahri dan
Mahunah yang lahir pada 17 Juni 1998. Saya merupakan anak ke-2 (dua) dari 4
(empat) bersaudara. Ayah saya bekerja sebagai pedagang, sedangkan Ibu saya
hanya mengurus rumah tangga di rumah. Saya hidup di keluarga yang sederhana,
akan tetapi di dalam kesederhanaaan tersebut terdapat kehangatan yang terjalin
antara setiap anggota keluarga. Jadi, dapat dikatakan bahwa saya adalah anak
yang sangat beruntung dari teman-teman saya yang lain karena saya berada pada
keluarga yang harmonis dan saya harus mensyukuri itu semua. Tentu saja, dalam
mengarungi hidup ini, saya memiliki impian, memiliki harapan, memiliki tujuan,
dan memiliki cita-cita. Cita-cita saya sedari kecil adalah menjadi seorang
dokter, akan tetapi tidak cukup dengan hanya menjadi seorang dokter, saya juga
ingin mendirikan rumah sakit sendiri agar dapat mengelolanya secara langsung
dan agar dapat membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain.
Saat
kecil, saya memiliki banyak cerita-cerita yang unik serta menarik, diantaranya pada
saat saya berusia sekitar 3 tahun, saat itu saya memiliki kebiasaan yang cukup
unik yaitu berlari-lari dan melompat-lompat setiap sehabis mandi, saya juga
tidak ingin mengeringkan badan dengan handuk dan merapikan rambut, hingga pada
akhirnya orang tua saya pun harus mengejar dan mencari saya sehabis mandi,
kebiasaan ini lah yang membuat ayah saya menjuluki dengan panggilan yang sangat
unik yaitu “karlung dan icat”, entah apa artinya itu sayapun tidak tahu sampai
saat ini, akan tetapi saya pernah menanyakan langsung hal ini kepadanya dan ia
hanya memberikan saya sebuah senyuman, mungkin saya di juluki seperti itu
dikarenakan kebiasaan saya yang sering melompat-lompat setelah mandi. Hingga
akhirnya, tetangga dan bahkan sebagian dari teman saya pun juga ikut memanggil
saya dengan panggilan tersebut. Risih, gelisah, kesal dan jengkel pun saya
rasakan, akan tetapi pada akhirnya saya menyadari bahwa itu semua merupakan
tanda perhatian dan rasa kasih sayang mereka kepada saya.
Penerapan Ideologi Negara dalam Keluarga
Demi
mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD
’45, maka kedua orang tua saya mendaftarkan saya ke salah satu Sekolah Dasar.
SDN 68/IV Kota Jambi merupakan pilihan utama orang tua saya dikarenakan
jaraknya yang tidak terlalu jauh dari rumah saya, hingga pada akhirnya saya di
daftarkan ke sekolah tersebut kurang lebih pada umur 6 tahun. Saya tidak pernah
mencicipi bagaimana rasanya duduk di bangku Taman Kanak-kanak dikarenakan orang
tua saya langsung mendaftarkan saya ke Sekolah Dasar. Mereka beranggapan bahwa
medaftarkan saya ke Taman Kanak-kanak hanya dapat membuat saya manja, membuang waktu
secara percuma, dan menghabiskan anggaran yang cukup banyak dalam keluarga.
Mereka lebih memilih untuk mengajarkan saya di rumah dan anggaran tersebut
digunakan untuk kepentingan yang sangat mendesak bagi keluarga.
Sekolah Dasar
Pada
hari pertama masuk sekolah, saya bangun sangat pagi dikarenakan ibu saya
menyarankan untuk memilih tempat duduk paling depan agar dapat melihat tulisan
di papan tulis dengan jelas dikarenakan fostur tubuh saya yang cukup kecil dan
yang terpenting adalah agar dapat berkonsentrasi penuh pada saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung.
Dengan
tubuh yang cukup kecil di bandingkan teman-teman saya yang lain, terkadang
tidak jarang bagi saya mendapatkan cemoohan-cemoohan dari mereka, tidak jarang
pula mereka meremehkan dan bahkan memandang saya rendah, akan tetapi saya tidak
terlalu memikirkan hal tersebut, saya hanya fokus pada edukasi yang sedang saya
tempuh serta belajar dengan rajin dan giat yang diiringi dengan usaha dan do’a
kepada Sang Pencipta agar dapat mengukir prestasi sebanyak-banyaknya, seperti
apa yang telah disampaikan dan diamanahkan oleh kedua orang tua saya.
Ternyata,
Tuhan memang sungguh Maha Adil. Disamping kenyataan pahit yang saya terima
berupa teman-teman yang suka mencemooh dan meremehkan orang lain, saya
mendapatkan teman yang sangat baik yaitu M. Ali Jantan atau yang sering
dipanggil dengan Jantan, ia bukanlah anak orang kaya yang hidup bergelimang
harta, melainkan anak orang yang sangat sederhana. Sama sepertiku, ia juga tak
pernah merasakan bagaimana rasanya duduk di bangku Taman Kanak-kanak, hingga
akhirnya kami sama-sama bertemu pada kelas IA, akan tetapi saya tidak duduk
bersamanya, saya duduk dengan anak dari teman ayah saya dan sementara Jantan
duduk dengan temannya yang baru, teman yang belum ia kenal sebelumnya. Tentu,
hakikat manusia sebagai makhluk sosial dengan berinteraksi satu sama lain pun kami
jalani, kami saling berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman-teman lainnya
di suatu tempat yang sangat asing bagi kami sebelumnya yang sering disebut
orang dengan sebutan “kelas”.
Untuk
memperlancar proses belajar mengajar, guru wali kelas kami pun membentuk
perangkat-perangkat kelas, diantaranya yang terpenting adalah seorang pemimpin
di kelas atau sering disebut dengan “ketua
kelas”. M. Ali Jantan, itulah kandidat terkuat untuk menjadi ketua kelas
kami, dengan fostur tubuhnya yang tegap, tinggi, besar dan gempal, ia sangat
berpotensi untuk menjadi pemimpin, sehingga kami tak heran lagi ketika
dilakukan pengambilan suara, ia meraih suara yang terbanyak.
Hari
demi hari telah kami lalui bersama, detik demi detik telah kami lewati bersama,
pelajaran dari setiap mata pelajaran pun telah kami pelajari bersama, tanpa
terasa waktu bergulir dengan sangat cepat, sudah saatnya bagi kami mengikuti
ujian akhir semester untuk menentukan kenaikan kelas, dalam hal ini kami harus
bersungguh-sungguh, kami harus meninggalkan kegiatan-kegiatan yang tidak
terlalu penting, kami harus memanfaatkan waktu seefektif mungkin, kami harus
belajar lebih giat, kami harus lebih sering mengulang pelajaran ketika dirumah,
kami harus lebih rajin lagi agar mendapatkan peringkat di kelas dan dapat
membanggakan kedua orang tua dan keluarga.
Tak
terasa, tepat satu minggu kami mengikuti ujian semester genap (II), ini saatnya
untuk kami menerima hasil belajar selama satu tahun di sekolah. Ternyata, kami
mendapatkan hasil yang sangat memuaskan dan kami dinyatakan dapat naik ke kelas
selanjutnya yaitu kelas II, saya dinobatkan sebagai peringkat ke-2 dengan
jumlah nilai yang terpaut hanya sedikit dengan peringkat pertama dan M. Ali
Jantan sebagai peringkat ke-4 di kelas tersebut, sehingga ucapan rasa syukur
pun terlontar dari mulut kami, dan kami bahagia karena dapat membanggakan kedua
orang tua kami.
Waktu
kami untuk berlibur pun telah usai, kini saatnya kami masuk ke sekolah seperti
biasa dengan membawa kenangan liburan masing-masing, ada yang menikmati
masa-masa liburannya akan tetapi tidak sedikit yang mengisi masa liburannya
dengan hal-hal yang tidak terlau berkesan.
Lagi,
untuk yang kedua kalinya Ibu saya membangunkan saya di pagi-pagi buta pada hari
pertama masuk sekolah agar saya lekas bersiap-siap pergi dan mandapatkan tempat
yang berada paling depan, perlahan-lahan saya membuka kedua mata yang cukup berat
ini dengan mengucapkan rasa syukur saya kepada Sang Pencipta karena telah memberikan
kesempatan untuk menikmati hari demi hari dalam hidup ini.
Kelas
IIA, itulah kelas baru tempat saya menimba ilmu. Dengan menerobos masuk pintu
kelas, saya pun langsung melemparkan tas sandang yang saya bawa ke tempat duduk
paling depan yang dekat dengan meja guru. Serentak teman-teman saya pun
mengikuti hal yang baru saja saya lakukan yaitu menerobos masuk ke kelas,
memang hal tersebut sedikit melanggar peraturan sekolah dan terkesan kurang sopan,
akan tetapi ini semua saya lakukan demi melaksanakan amanah dari Ibu saya.
Dengan
maraknya kasus “buta baca tulis huruf Al-Qur’an”, kasus kenakalan remaja dan
penyimpangan sosial yang sebagian besar pelakunya adalah para remaja, maka
kedua orang tua saya memutuskan untuk mendaftarkan saya ke salah satu sekolah
Madrasah agar saya dapat di didik sejak dini dalam bertingkah laku, dapat
memperdalam ilmu agama, dan yang terpenting adalah agar saya dapat membentengi
diri saya sendiri dengan ajaran tauhid agar tidak terpengaruh dengan kultur
atau budaya Barat yang sangat bertolak belakang dengan budaya Timur kita.
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Takmiliah Awaliah merupakan sekolah Agama yang
cukup dekat dari tempat saya berdomisili, hingga akhirnya orang tua saya mendaftarkan
saya ke Madrasah tersebut. Saya merasa cukup senang karena dapat bersekolah di
sana walaupun aktivitas-aktivitas saya menjadi sangat padat bahkan jauh lebih
padat, apalagi ketika orang tua saya mendaftarkan saya untuk mengaji pada malam
hari di Masjid yang juga dekat dengan rumah saya, hal ini tentu membuat waktu
istirahat dan waktu bermain saya sangat sedikit dari sebelumnya.
Sedangkan
di Sekolah Dasar, tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi, hanya saja saya
melihat sedikit perubahan terhadap sosok M. Ali Jantan, ia terlihat lebih aktif
dan kompetitif dalam bersaing dengan teman-teman di kelas. Setiap pagi, ia
selalu datang mendahului saya dan yang paling menakjubkan adalah tidak jarang
ia menulis daftar perkalian dari 1-10 di papan tulis yang masih menggunakan
kapur tersebut, dan yang paling penting ia menulis seluruh daftar perkalian
tersebut tanpa melihat buku atau menggunakan kalkulator, bagiku sungguh ia
seorang anak yang luar biasa, karena ia dapat menghafal dan mengingat sesuatu
dengan cepat. Merasa tidak ingin tersaingi, saya pun bertekad untuk belajar
lebih giat lagi dan tidak ingin usaha-usaha saya terkesan seperti “jalan di tempat”.
Dan
ternyata hasilnya pun sesuai dengan apa yang saya harapkan, ketika penerimaan
laporan hasil belajar selama satu tahun saya pun dapat mempertahankan peringkat
ke-2 saya, dan Jantan mendapatkan peringkat ke-3. Sedangkan di Madrasah saya
mendapatkan peringkat pertama dari teman-teman saya yang lain.
Dengan
hasil yang cukup membanggakan ini, otomatis wali kelas saya mengapresiasikan
kerja keras dari murid-muridnya yang mendapatkan peringkat dari 1-10 dengan
memberikan penghargaan berupa hadiah darinya. Akan tetapi, sebelum semua hal
itu terjadi, kedua orang tua saya telah terlebih dahulu berjanji untuk mengajak
saya bermain di “Istana Anak-anak”
pada liburan kenaikan kelas nanti dengan satu syarat yaitu, apabila saya
berhasil mempertahankan atau bahkan meningkatkan peringkat saya di kelas.
Sesuai dengan janji yang telah di ikrarkan kedua orang tua saya tersebut, maka
akhirnya kedua orang tua saya pun mengajak saya untuk bermain di tempat yang telah
mereka janjikan sebelumnya. Kali ini sekolah saya hanya memberikan waktu
berlibur selama 2 (dua) minggu, akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa waktu
ini sangatlah singkat bagi saya dan teman-teman lainnya karena kami sedang
berada pada masa-masa bermain bersama teman sebaya.
Kini
saatnya saya dan teman-teman saya yang lain masuk kembali ke sekolah. Seperti
biasa, orang tua saya tidak pernah merasa bosan untuk membangunkan saya pada
pagi-pagi buta di hari pertama saya masuk sekolah dengan tujuan agar saya
mendapatkan tempat yang berada paling depan yang dekat dengan papan tulis dan
meja guru, hal ini pun berlanjut hingga saya duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Saya melihat teman-teman saya
berbincang-bincang satu sama lain yang bercerita tentang liburan mereka
masing-masing sembari duduk di tempat yang baru mereka dapatkan dan dengan
wajah yang beragam, ada yang bahagia, suka cita, haru, sedih, kesal, jengkel
atau bahkan tertawa terbahak-bahak pun ada, begitulah cara mereka
mengekspresikan cerita-cerita selama liburan yang mereka alami.
Kurang
lebih sama seperti kelas IIA dulu, tidak ada hal yang terlalu berkesan dan
menarik yang terjadi dalam hidup saya. Akan tetapi, di kelas IIIA ini saya di
angkat menjadi seorang dokter kecil di sekolah dan ini sungguh membanggakan
kedua orang tua saya karena tidak sembarang orang dapat menjadi dokter kecil,
apalagi saya diberikan baju dan atribut dokter lainnya. Dokter kecil di sini
bertugas sebagai pertolongan pertama pada setiap hari senin jika ada siswa yang
jatuh sakit ketika melaksanakan upacara. Saya juga dinobatkan sebagai dokter
kecil termuda, setiap sepulang sekolah pada hari kamis dan sabtu kami
mengadakan latihan khusus di sekolah yang berkerja sama dengan Puskesmas
terdekat yaitu Puskesmas Putri Ayu Bhakti Husada. Latihan tersebut meliputi
penanganan-penangan terhadap siswa yang terkena cedera ringan maupun berat. Hal
ini pun berlangsung hingga saya duduk pada kelas V Sekolah Dasar. Saat itu,
cukup banyak perlombaan yang saya ikuti seperti lomba menghafal ayat-ayat
pendek, lomba adzan, lomba untuk menyolatkan jenazah dan bahkan saya dinobatkan
menjadi juara ke-4 pada perlombaan dokter kecil yang diadakan oleh Puskesmas
Putri Ayu, sayangnya, hanya juara 1-3 saja yang dapat berlomba di tingkat kota
sehingga saya pun harus rela tersingkir. Walaupun demikian, ini semua tidaklah
mengubur semangat saya dalam belajar, justru prestasi saya di Sekolah Dasar
maupun Madrasah semakin meningkat dengan dapat bertahannya peringkat ke-1 saya setiap tahunnya.
Pentingnya
Ilmu Pengetahuan
pemimpin yang memperjuangkan ilmu, setelah mendengar cerita
nenek pada malam hari sebelum tidur, saya dibuat kagum dan iri dengan salah
satu khalifah islam yaitu Ali bin Abi Thalib. Begini kisahnya, saya tau bahwa
khalifah Ali bin Abi Thalib adalah sosok yang dikenal sangat cerdas di masa itu.
Dia adalah pemimpin yang sangat mencintai ilmu. Dengan ilmu, ia berdakwah agar
banyak orang yang terinspirasi dengan ilmu yang disampaikannya dan membuat
mereka semakin dekat kepada Allah SWT. Apalagi pada saat beliau menjadi
khalifah, ia sangat sering berpidato dengan menggunakan kalimat yang penuh
dengan inspirasi. Salah satu kalimat yang pernah dilontarkannya adalah : “Orang
yang berilmu adalah yang mengetahui bahwa apa yang diketahuinya masih sangat
sedikit. Karena itulah ia menganggap dirinya bodoh. Oleh karena itu,
bertambahlah kesungguhannya dalam mencari ilmu”. Luar biasa, ini
sungguh sangat menginspirasi saya.
Juga, salah satu alasan yang membuat khalifah Ali bin Abi
Thalib begitu pandainya merangkai kata-kata indah adalah karena dulunya beliau
pernah tinggal di satu rumah bersama Rasulullah SAW. Subhanallah…saya terpaku
dan sejenak saya berpikir bahwa orang yang hanya berjumpa dengan Rasulullah
dalam waktu yang singkat saja sudah merasakan betapa indahnya kepribadian
Rasulullah saw. Orang yang mendengar Rasulullah ceramah saja sudah mendapatkan
motivasi dan inspirasi yang sangat menggugah. Orang tua buta yang dulunya
pernah disuap makan oleh Rasulullah saja sudah merasakan begitu mulianya
Rasulullah ketika merawatnya. Padahal, orang tua itu buta lho.. Nah, kira-kira
apa yang didapatkan oleh Ali bin Abi Thalib yang pernah tinggal satu atap
dengan Nabi Muhammad saw dalam waktu yang lama?
Inilah salah satu alasan yang membuat saya iri kepada
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Saya percaya, pasti selama Ali bin Abi Thalib
tinggal bersama Rasulullah saw, beliau telah menggali banyak ilmu dari
Rasulullah. Pasti beliau telah mencatat banyak sekali ilmu-ilmu yang
didapatkannya dari Rasulullah, lalu beliau sampaikan kepada orang lain melalui
kajian ataupun pidato-pidatonya. Sehingga, karena sudah terbiasa mendengar
kalimat-kalimat inspirasi yang diucapkan oleh Rasulullah, maka beliau pun
menjadi tertular gaya bahasa dari Rasulullah SAW.
Disamping beliau telah mempelajari ilmu yang sangat banyak
dari Rasulullah, beliau pun juga langsung merasakan bagaimana atmosfer kenabian
di tempat tinggalnya. Allah swt berfirman dalam Al-qur’an bahwa Rasulullah saw
merupakan suri teladan yang baik bagi umat manusia. Nah, berarti Ali bin Abi
Thalib adalah orang ketiga setelah istri Rasulullah saw yang merasakan
bagaimana indahnya islam, bagaimana baiknya akhlak Rasulullah, bagaimana
rajinnya ibadah Rasulullah, bagaimana prinsip-prinsip kepemimpinan rasulullah,
bagaimana bijaksananya keputusan-keputusan Rasulullah, dan sebagainya. Itulah
sebabnya Khalifah Ali bin Abi Thalib saya jadikan salah satu tokoh inspirator
yang harus dilirik.
Ternyata setelah saya mengetahui cerita singkat mengenai Ali
bin Abi Thalib, saya mendapatkan kesimpulan bahwa Khalifah Ali bin Abi Thalib
lebih memusatkan kegiatan dakwahnya agar umat islam bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu. Sebab, dengan ilmu lah umat islam akan menjadi generasi yang
diangkat derajatnya oleh Allah swt. Sebagaimana dapat kita lihat firman Allah
dalam Q.s Al-Mujadilah:11 yang artinya:“Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
(pengetahuan)beberapa derajat.” (Q.s Al-mujadilah:11)
Selain itu, ilmu yang didapat dari kisah Khalifah Ali bin Abi
Thalib adalah kita dianjurkan untuk sering berteman dengan orang-orang yang
berilmu. Sebab, apabila kita sering berkumpul dengan orang-orang yang cerdas,
maka kita akan memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi orang yang cerdas
pula. Apabila seseorang yang telah memiliki keinginan yang kuat, biasanya akan
bersungguh-sungguh untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Sehingga, tidak
perlu diawasi pun ia akan selalu berusaha meningkatkan kualitas dirinya menjadi
orang yang cerdas. Nah, itu lah keuntungan terbesar bagi orang yang sering
bergaul dengan orang-orang yang cerdas. Begitu pula apabila anda merasa iman
anda masih kurang, maka bergaul lah dengan orang-orang yang beriman, maka anda
akan cenderung untuk meningkatkan iman anda. Dan begitu seterusnya. Akan tetapi
ini bukan berarti kita harus menjauhi teman-teman yang kurang baik, bila perlu
kita dapat menjadi penuntun nya kejalan yang benar.
Oleh karena itu, mari kita gali sebanyak-banyaknya ilmu
pengetahuan yang ada di dunia ini agar kita menjadi orang yang terhormat. Salah
satu caranya adalah dengan berkumpul dengan orang-orang yang mencintai ilmu.
Ali bin Abi Thalib menggambarkan “kedudukan
orang yang berilmu ibarat pohon yang berbuah. Orang-orang menunggu di bawah
pohon yang berbuah untuk memungut buah yang jatuh dari pohon itu”. Nah,
jika anda ingin mendapatkan buah ilmu, maka silahkan anda berada di bawah pohon
ilmu (orang-orang yang berilmu). Jika anda hanya memungut satu buah ilmu dari
pohon tersebut, maka anda akan mendapatkan satu ilmu saja. Jika itu adalah buah
apel, maka saya masih merasa belum kenyang. Nah, Jadi agar kenyang, maka ambil
lah sebanyak-banyaknya.
Satu lagi, buah yang enak biasanya berasal dari pohon yang
subur kan? Kesuburan pohon pasti akibat dari pupuk yang diberikan secara rutin
terhadap pohon tersebut. Pupuk yang saya maksudkan disini adalah agama. Sebab,
senior fisika saya Albert Einstein pernah mengatakan bahwa “Orang yang berilmu tanpa agama seperti
orang yang buta, sedangkan orang yang beragama tanpa memiliki ilmu ibarat orang
pincang”. Jadi, pilihan terbaik diantaranya banyak pilihan orang-orang
yang patut dijadikan teman bergaul adalah orang yang cerdas dan juga beriman.
Sehingga, kita nantinya tidak seperti orang yang buta ataupun orang yang
pincang. Orang buta, ketika berjalan tidak tahu kemana arah yang hendak dituju.
Sehingga, bisa jadi ia salah jalan lalu tak sampai-sampai pada tujuan.
Sedangkan orang yang pincang, jalan sih jalan. Tapi, jalannya memakan waktu
yang sangat lama. Sehingga pada saat sampai tujuan, ia sudah didahului sama orang
lain. Oleh karena itu, kita harus menjadi orang yang terhormat. Dan pada
umumnya, orang yang terhormat adalah mereka yang ahli ilmu dan juga ahli
ibadah.
Berhubungan
dengan Kwartir Ranting dari Kecamatan Telanaipura mengadakan Kegiatan Lomba
Pramuka Tingkat Sekolah Dasar (LT-SD), maka saya dan teman-teman saya termasuk
M. Ali Jantan yang merupakan anggota dari Regu Rajawali ditugaskan untuk dapat
mengikuti kegiatan tersebut selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Saya yang di
tugaskan sebagai “Pratama” dalam Regu
Rajawali tentu saja memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam
mengkoordinir teman-teman saya. Akan tetapi, berkat do’a dan usaha yang
sungguh-sungguh dari saya dan anggota kelompok, kami berhasil mengikuti
kegiatan tersebut hingga usai walaupun kami tidak menjadi Regu terbaik, tapi
kami tidak pernah merasa berkecil hati dan putus asa karena kami telah berusaha
semaksimal mungkin dan melakukan hal yang dapat kami lakukan.
Kami
cukup bahagia ketika kami diberikan Piagam Penghargaan atas kontribusi kami
selama kegiatan tersebut berlangsung.
Akhir dari Edukasi di Sekolah Dasar
Ternyata
tidak terasa 6 (enam) tahun kami menimba ilmu di tempat yang sangat sederhana,
berdinding papan, beralaskan bulian, dan bahkan bertiang batang-batang
pepohonan, akan tetapi bagi saya tempat tersebut bagaikan surganya ilmu, itulah
SDN 68/IV Kota Jambi tempat saya mencari ilmu dan berinteraksi.
Kini
saatnya kami menfokuskan diri untuk menghadapi Ujian Nasional yang menyebabkan
kami harus meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang akan mengganggu
persiapan kami dalam menghadapi Ujian Nasional.
Setelah
kami usai mengikuti Ujian Nasional, ini berarti kami tinggal menunggu saat-saat
pengumuman kelulusan kami. Secarik kertas yang di tempel pada dinding berbahan
papan pun diperlihatkan pada kami semua, ternyata itu merupakan kertas pengumuman
apakah kami lulus atau tidak selama belajar di Sekolah Dasar. Kami berlari
secara tergesa-gesa dengan perasaan yang tak pasti melihat pada secarik kertas dengan
mata yang terpelotot,ternyata disana tertulis bahwa seluruh siswa/i SDN 68/IV
dinyatakan lulus. Serentak ucapan Hamdalah pun terlontar dari setiap siswa/i.
Tak lupa pula kami saling memberikan pesan-pesan satu sama lain dan kami
memilih sekolah yang berbeda-beda dengan tujuan yang berbeda pula.
Masa-masa
liburan merupakan waktu yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap insan pelajar,
akan tetapi sungguh ironi jika teman sebaya saya M. Ali Jantan yang saat ini
baru duduk di sekolah dasar sudah harus mencari nafkah untuk keluarganya. Ia
sudah harus bekerja, menjual Koran-koran di setiap lampu lalu lintas,
membersihkan mobil-mobil yang berhenti di setiap persimpangan jalan, dan bahkan
membersihkan sepatu orang lain pun pernah ia lakukan hanya demi mendapatkan
sesuap nasi bagi ia dan keluarganya. Untuk memasak, ibunya tidak pernah membeli
rempah-rempah dan bumbu-bumbu dapur, karena Jantan selalu membawa bumbu dapur
dan rempah-rempah setiap ia pulang dari bekerja, itu semua didapatnya dari
hasil memungut di pasar, ia hanya mengambil bumbu dapur dan rempah yang sudah
dibuang oleh pemiliknya, akan tetapi ia tidak pernah mengambil milik orang lain
tanpa seizinnya, apalagi tanpa sepengetahuan pemiliknya. Memang, tempat
berdomisili Jantan sangat dekat dengan pasar, karena itulah setiap sepulang
sekolah, ia hanya mengganti pakaian dan langsung pergi kepasar untuk mencari
nafkah. Kotor, kumuh, kecil, dan ramai mungkin itu lah penggambaran kondisi
yang sangat sering ia temui setiap hari di tempatnya berdomisili. Sekali lagi,
hal ini sungguh sebuah pemandangan yang ironi, bayangkan saja ia harus
melakukan hal ini setiap hari dengan sendirian. Memang, seperti yang saya tahu
bahwa ayahandanya tercinta telah tiada semenjak ia masih balita, karena itulah
mau tidak mau ia harus menjadi tulang punggung keluarganya dalam mencari
nafkah. Ternyata dibalik senyumnya selama ini tersimpan beban dan tugas yang
sangat berat diembannya. Kami mengetahui hal ini setelah kami melihat dan
datang langsung kerumahnya untuk bersilaturahmi, akan tetapi saat itu ia sedang
tidak berada di rumah jadi kami hanya mengetahui kisah hidupnya dari curhatan
ibunya. Sungguh, kami sangat kagum padanya akan sifatnya yang tegar, sabar dan
tabah dalam menghadapi hidup ini.
Belajar Ilmu Beladiri Pencak Silat
Untuk
menghadapi jenjang pendidikan yang lebih tinggi, maka orang tua saya
menginstruksikan saya untuk belajar dan memperdalam ilmu beladiri agar kelak
saya dapat menjaga diri saya sendiri atau bahkan orang-orang sekitar saya dari
berbagai tindak kriminal dan kekerasan, ini semua merupakan bagian dari
pengalaman hidup ayah saya dulu yang suka merantau ke berbagai penjuru dunia.
Ia juga berfikir bahwa suatu saat nanti saya yang seorang laki-laki pasti
memiliki masalah, karena itulah perlunya suatu Ilmu Beladiri.
Persatuan
Seni Beladiri Pencak Silat Buaya Putih, itulah nama Perguruan Silat yang saya
ikuti, seorang Guru Silat yang merupakan teman dari ayah saya, mungkin inilah
salah satu alasan mengapa orang tua saya memilih perguruan ini.
Sekolah Menengah Pertama
Sekolah
Menengah Pertama merupakan lanjutan dari Sekolah Dasar. Setelah saya mengenyam
pendidikan di Sekolah Dasar selama 6 (Enam) Tahun, dan demi menjalankan aturan
pemerintah dalam rangka wajib belajar selama 9 (Sembilan) tahun, maka saya di
daftarkan di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berada di Kel. Paal
V Kec. Kota Baru Jambi, tepatnya di SMP Negeri 14 Kota Jambi.
Berhubungan
dengan Sekolah baru ini, maka saya pun harus bersosialisasi dengan siswa
lainnya karena saya hanyalah mahkluk sosial yang saling membutuhkan satu sama
lain kapanpun dan dimanapun.
Orang
tua saya tak henti-hentinya untuk memberikan segala yang terbaik bagi saya
dengan memberikan pelajaran tambahan di bidang Bahasa Inggris karena mereka
menyadari betapa pentingnya kemampuan berkomunikasi Bahasa Asing di Era yang
Modern ini sehingga tak jarang saya di daftarkan guru-guru saya di
perlombaan-perlombaan yang mengedepankan kemampuan Bahasa Ingris, seperti
halnya ketika saya baru beberapa bulan di kelas VII (tujuh) SMP, saya telah di
daftarkan di perlombaan Speech Contest yang diadakan oleh salah satu SMA Negeri
di Jambi.
Begitu
pula dengan prestasi belajar saya di kelas yangs semakin meningkat, pada
semester I di kelas VII (Tujuh) saya mendapatkan predikat sebagai peringkat
ke-2 (dua). Berhubungan dengan diadakannya perlombaan Speech oleh MEI English
Course, maka saya pun memutuskan untuk ikut berpartisipasi demi mengasah
kemampuan berpidato saya di muka umum yang diturunkan oleh ayah saya, sedangkan
kemampuan dalam membaca puisi diturunkan oleh Ibu saya.
sedangkan
ketika di kelas VIII (delapan) saya mendapatkan predikat sebagai rangking ke-1
sekaligus sebagai Juara Umum yang sangat amat membuat kedua orang tua saya
bangga. Beberapa perlombaan yang saya ikuti diantaranya adalah Speech Contest
yang diadakan Oleh salah satu SMK Swasta di Kota Jambi dan saya sangat
bersyukur karena saya dapat menjadi juara ke-2 (dua) di tingkat Kota, bahkan
kepala sekolah saya beserta seluruh jajarannya sepakat untuk mengundang salah
satu penerbit media cetak (Koran) untuk mewawancarai saya yang hingga akhirnya
untuk diterbitkan dan dipublikasikan.
Tak
lama setelah itu, guru saya memberikan informasi bahwa telah dibuka perlombaan
Speech Contest untuk tingkat provinsi yang diadakan oleh Universitas Negri
Jambi yang bertempat di Balairung dan Aula Rektorat Lt.3. Lagi, saya sangat
bersyukur karena untuk kesekian kalinya saya menjadi juara, di tingkat Provinsi
ini saya dinobatkan menjadi juara ke-3 dan seperti biasanya saya mendapatkan
Tabanas, Piagam, Trophy, Dan lain-lain.
Sekarang
giliran guru Mata Pelajaran Sains saya yang menwarkan perlombaan, yaitu
Olimpiade Sains Se-Sumbagsel. Pada awalnya saya sedikit ragu dan ingin menolak
tawaran tersebut karena saya menyadari bahwa para pesaing-pesaing saya memiliki
kualitas jauh di atas rata-rata, akan tetapi berkat dukungan dari orang tua dan
para majelis guru akhirnya saya mengikuti olimpiade tersebut. Sungguh hasil
yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya karena saya berhasil lolos masuk ke
Semifinal keesokan harinya untuk berhadapan dengan semifinalis lain yang tak
perlu ditanyakan lagi kemampuannya, hingga akhirnya saya pun harus rela cukup
sampai di sini di ajang olimpiade Sains Se-Sumbagsel.
Atas
prestasi-prestasi yang saya raih bagi sekolah, maka akhirnya sekolah sepakat untuk
menobatkan saya sebagai Siswa Berprestasi Di SMP N 14 Kota Jambi. Penghargaan
ini diberikan kepada saya dalam rangka Program “Donasi Jambi Ekspres untuk
Pendidikan di Provinsi Jambi”.
Pada
akhirnya saya dinyatakan Lulus dari SMP N 14 Kota Jambi dengan hasil yang
sangat amat memuaskan.
Ksatria
Penakluk Malas
Di buku LKS Fisika SMP kelas IX saya menemukan tulisan yang
cukup menarik, yaitu :
“Malas
adalah kebiasaan berhenti sebelum letih”
Oleh karena itu, Kali ini saya akan membahas sedikit mengenai
malas. Tulisan ini dibuat karena terinspirasi dari salah satu media sosial
yaitu facebook yang selalu menawarkan banyak efek positif dan efek negatif.
Sebenarnya pertanyaan ini walaupun ditanya oleh Tantowi Yahya
di acara “who wants to be a millionaire” pun tidak akan ada opsi jawaban yang
berhasil membuat orang yang bertanya tidak malas lagi. Yaa… berarti yang berhak
menjawab pertanyaan ini adalah diri kita sendiri. Karena kita adalah pemimpin.
Kitalah yang memimpin diri kita. Bukan orang lain. Kitalah penyebab diri kita
malas, dan kita pula lah penyebab diri kita tidak malas. Cara terbaik agar kita
tidak malas adalah dengan memunculkan motivasi dalam diri kita. Motivasi muncul
dari 2 gerbang utama. Gerbang Pertama adalah dari diri sendiri (instrinsik),
sedangkan yang kedua adalah dari lingkungan kita (Ekstrinsik).
Motivasi dari dalam Diri Sendiri
Menurut pandangan kacamata saya selama ini, orang yang
hidupnya ceria, berwarna, selalu gembira, humoris, mudah tertawa (bukan mudah
ditertawakan), periang, lincah, gesit, dan irit pasti selalu tampak semangat.
Sehingga, ketika muncul masalah mereka dapat menanggapinya dengan santai dan
tidak panik. Ketika ada tugas, mereka tidak menganggap bahwa itu suatu beban
yang membuatnya terhalang untuk maju. Itulah kekuatan motivasi instrinsik.
Sebagai contoh : suatu hari disaat kita sedang berjalan-jalan di sebuah lorong.
Ternyata ada anjing yang sangat galak dan ternyata kita dikejarnya. Kira-kira
apa yang membuat kita termotivasi untuk sprint dengan anjing tersebut? Apakah
pada saat itu ada motivator yang lewat lalu menyemangati kita? “Sahabat saya
yang super, jadilah pelari yang ulung, maka anda menjadi seorang pemenang“ Atau
pada saat itu banyak fans yang memberikan support kepada kita agar kita berlari
dengan cepat? Jawabannya adalah TIDAK. Tetapi, semangat itu muncul dari dalam
diri kita sendiri. Nah, kekuatan inilah yang harus kita aktifkan. Caranya, kita
harus hidup dengan gembira, ceria, senang, penuh canda tawa. Sehingga, masalah
pun bisa menjadi bagian dari kebahagiaan apabila hidup bahagia. Aktifkan tombol
semangat yang ada pada diri kita ketika merasakan suasana malas. Bayangkan
deadline tugas yang belum dikerjakan itu ibarat anjing yang mengejar kita. Jika
tidak menyelesaikannya, maka kemungkinan-kemungkinan terburuk lah yang
akan terjadi.
Kesimpulannya, agar kita tidak malas kita harus melawan diri
diri kita. Buktikan pada diri kita bahwa kita mampu mengalahkan diri kita.
Ketahuilah! Jika kita menyelesaikan tugas dengan cepat, berarti kita telah memanfaatkan
rentang waktu hidup kita yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan 1 tugas
namun karena kita bergerak lebih cepat, maka kita dapat memanfaatkan waktu yang
berlebih tersebut dengan kegiatan yang lebih produktif lainnya.
Motivasi dari Lingkungan Sekitar
Banyak sekali benda di alam ini yang mampu menjadi motivator
bagi kehidupan. Sebagai contoh; pada suatu malam disaat listrik padam di sebuah
rumah yang gelap, tak ada satupun yang dapat kita lihat. tiba-tiba ada seorang
ibu yang membawakan lilin. Sehingga, ruangan pun menjadi terang. Nah,. Kita
dapat mengambil pelajaran disana bahwa jika kita merasa bahwa segala yang
disekitar kita gelap dan pekat (penuh masalah), tidak kah kita curiga bahwa
kita lah yang dikirim oleh Allah untuk menjadi cahaya bagi mereka? Oleh karena
itu, kita dituntut untuk berhenti mengeluh dalam kegelapan tersebut. Sebab,
sinarmu lah yang sedang mereka nantikan, maka berkilaulah!
Contoh lain; mengapa setelah kita menonton film tiba-tiba
muncul keinginan untuk berubah dan menjadi semangat untuk menjadi orang yang
sukses? Atau, mengapa kita tiba-tiba menjadi semangat untuk beribadah setelah
mendengar lantunan nasyid? Atau, mengapa setelah nonton film sibuta dari gua
hantu, kita pun jadi pengeeennnn jadi si buta dari gua hantu? nah, itulah yang
dinamakan dengan motivasi yang muncul dari lingkungan kita atau motivasi
ekstrinsik. Oleh karena itu, karena kita sudah tau bahwa obat agar tidak malas
adalah harus memiliki semangat dan motivasi yang tinggi, maka kita dapat bersahabat
dengan teman yang pintar, rajin, ulet, cerdas, tangkas, semangat & full
motivation agar menjadi semangat untuk bisa melebihinya. Selain dari itu, kita
juga bisa sambil mendengarkan musik yang berirama semangat ketika menyelesaikan
tugas. Atau, kita juga bisa mengoleksi film-film yang sekiranya mampu
memberikan motivasi pada kita untuk bergerak lebih cepat dan cerdas.
Kesimpulannya, siapa teman kita, apa yang kita lihat, apa
yang kita dengar, dan apa yang kita rasa ternyata berpengaruh besar pada kehidupan
kita. Oleh karena itu, agar kita tidak menjadi malas, maka kita harus
memastikan bahwa lingkungan kita tidak menjadikan kita memiliki gelar ksatria
PEMALAS, namun jadilah ksatria penakluk malas.
Sekolah Menengah Atas
SMA
N 6 Kota Jambi, itulah sekolah lanjutan yang saya pilih, tidak terlalu sulit
untuk berinteraksi karena mayoritas adalah teman-teman saya dahulu yang
bersekolah di SMP N 14. Pada awal saya masuk ke SMA, saya sudah di tawarkan
perlombaan Speech Contest dan spelling bee tingkat Kota antar SMA Se-Kota
Jambi. berkat kemampuan dan pengalaman saya, akhirnya saya berhasil mendapatkan
predikat sebagai juara ke-2 pada perlombaan speech dan juara ke-1 untuk
perlombaan spelling bee.
Tidak
lama kemudian, tawaran untuk mengikuti berbagai macam kegiatan pun satu
per-satu menghampiri saya. Kegiatan Pembinaan Mental Pelajar SMA/SMK Tingkat
Kota Jambi Tahun 2013 yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan merupakan salah
satu dari kegiatan yang saya ikuti ketika di awal Sekolah Menengah Pertama ini.
Setelah
itu, sekolah memberikan kepercayaan kepada saya untuk mengikuti Kegiatan
Penyuluhan Anti Narkoba Bagi Generasi Muda pada tingkat kota dan saya diberikan
penghargaan sebagai Kader Muda Terbaik. Bahkan saat itu saya diberikan
kesempatan untuk membacakan do’a di depan Wakil Walikota Jambi dalam pembukaan
kegiatan tersebut dan mendapatkan ucapan selamat darinya serta jajarannya yang
lain. Akan tetapi saya cukup kecewa karena sampai saat ini saya belum juga
menerima piagam yang mereka Janjikan, saya hanya mendapakan Tabanas saja. Tentu
saja setiap hari saya menunggu dan menunggu sambil menanti keajaiban yang
menghampiri.
Tidak
cukup sampai di situ saja karena untuk kedepannya ada beberapa perlombaan yang
sudah menunggu saya seperti Lomba Menulis dalam rangka Hari Kartini, Lomba
Cerdas Cermat Tentang Narkoba, dan bahkan tidak lama ini saya di tawarkan oleh
AFS YES untuk mengikuti seleksi Program Beasiswa ke Luar Negeri selama satu
tahun penuh, tentu saja saya sangat tertarik dan antusias, tetapi
permasalahannya adalah kedua orang tua saya masih harus memikirkan hal tersebut
kembali, karena mereka tidak ingin saya tertinggal satu tahun bersekolah di SMA
dikarenakan Beasiswa tersebut.
widiiii tulisanya min inspirasi buat saya
BalasHapus